Presiden Jokowi mewajibkan para pengusaha menggunakan Bahasa Indonesia untuk nama merek dagang produk mereka. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia.
Kewajiban menggunakan Bahasa Indonesia juga diberlakukan untuk nama bangunan atau gedung, apartemen, permukiman, perkantoran dan kompleks perdagangan yang didirikan atau dimiliki oleh WNI atau badan hukum Indonesia. Bangunan tersebut meliputi hotel, penginapan, bandar udara, pelabuhan, terminal, stasiun, pabrik, menara, monumen, bendungan, bendung, terowongan, tempat usaha, tempat pertemuan umum, tempat hiburan , tempat pertunjukan, perumahan.
Tetapi ada pengecualian bagi bangunan yang memiliki nilai sejarah, budaya, adat istiadat atau agama. Meskipun diwajibkan, tapi dalam aturan tersebut, tidak diatur sanksi bagi pihak yang melanggar.
Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jatim Bidang SDM dan Sertifikasi, Hari Setiyono, menyebutkan penerapan bahasa Indonesia di industri perhotelan membutuhkan waktu lama, karena konsep operasional hotel berasal dari luar negeri.
"Artinya, kami butuh waktu, dan itu lama sosialisasinya mengubah istilah asing menjadi bahasa Indonesia," kata Hari dikutip dari Antara, Jumat (11/10/2019). "Selain itu, ada kalangan tertentu yang menyebut pola ini merupakan langkah mundur, sebab pernah terjadi di tahun 90 an. Contoh nyata, dulu ada Tunjungan Plaza diubah menjadi Plaza Tunjungan," katanya.
Namun demikian, PHRI akan menyampaikan ke seluruh anggota/pengurus PHRI untuk menerapkan kebijakan ini.