Tak Lagi Abadi, Es di Puncak Jayawijaya Diprediksi Punah pada 2026

Puncak Jayawijaya, yang dikenal sebagai salah satu keajaiban alam Indonesia dengan gletser tropisnya, kini menghadapi ancaman serius. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperbarui prediksi bahwa es di Puncak Jayawijaya, Papua, yang pernah dijuluki "Gletser Abadi", akan punah pada tahun 2026. Prediksi ini merupakan perpanjangan dari perkiraan sebelumnya yang menyebutkan es akan hilang pada 2025, namun kondisi terkini menunjukkan proses pencairan yang terus berlanjut.

Menurut Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, pencairan es di Puncak Jayawijaya telah berlangsung sejak revolusi industri pada tahun 1850, dipicu oleh peningkatan suhu global akibat emisi gas rumah kaca. Berdasarkan pengukuran terbaru, ketebalan es di Puncak Sudirman, Pegunungan Jayawijaya, kini hanya tersisa sekitar empat meter, jauh menurun dibandingkan ketebalan 32 meter pada masa lalu. Sementara itu, luas gletser juga menyusut drastis dari 19 km persegi pada tahun 1850 menjadi hanya 0,27 km persegi pada tahun 2021.

Albertus Sulaiman, Kepala Pusat Riset Iklim dan Atmosfer dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menegaskan bahwa es yang mencair di Puncak Jayawijaya tidak dapat kembali seperti semula. "Gletser ini telah menyusut selama 5.000 tahun, tetapi prosesnya dipercepat oleh perubahan iklim global," ujarnya. Dampaknya tidak hanya terasa pada lingkungan, seperti potensi kenaikan muka air laut, tetapi juga pada budaya lokal. Suku-suku di sekitar Puncak Jayawijaya menganggap es ini sebagai tempat sakral, sehingga hilangnya es dapat memengaruhi tradisi mereka.

Puncak Jayawijaya, yang terletak di Taman Nasional Lorentz pada ketinggian 4.884 meter di atas permukaan laut, kini menjadi simbol nyata dari dampak perubahan iklim. Upaya pelestarian dan kesadaran global terhadap pemanasan menjadi semakin mendesak untuk mencegah kehilangan lebih lanjut dari keajaiban alam ini.

#PerubahanIklim #PuncakJayawijaya #GletserAbadi #BMKG