Molting laba-laba, atau ecdysis, merupakan proses fisiologis kompleks yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan laba-laba. Sebagai arthropoda, laba-laba memiliki eksoskeleton — lapisan luar keras yang terbentuk dari kitin — yang memberikan dukungan, perlindungan, dan titik-titik lampiran bagi otot dan organ mereka.
Namun, eksoskeleton ini kaku dan tidak bisa memperluas diri, membatasi pertumbuhan laba-laba. Oleh karena itu, laba-laba harus secara berkala melakukan molting untuk melepaskan eksoskeleton lama dan menggantinya dengan yang lebih besar untuk menyesuaikan ukuran tubuhnya yang semakin besar.
Proses molting diawali oleh perubahan hormonal dalam tubuh laba-laba. Hormon ini memicu produksi enzim yang menguraikan lapisan dalam eksoskeleton lama, melembutkannya, dan menciptakan ruang di antara eksoskeleton lama dan tubuh laba-laba.
Setelah eksoskeleton lama cukup lembut, laba-laba mulai melakukan proses molting. Biasanya dimulai dengan melengkungkan tubuh ke belakang dan memecahkan eksoskeleton lama di dekat kepala dan thorax yang menyatu. Laba-laba kemudian menggunakan kaki dan pedipalps mereka untuk mendorong dan bergerak keluar dari eksoskeleton, bertahap dari depan menuju ke belakang.
Setelah lepas dari eksoskeleton lama, tubuh laba-laba menjadi pucat, lembut, dan sangat fleksibel. Di tahap ini, laba-laba dikenal sebagai laba-laba setelah molting atau teneral. Kemudian mereka akan mencari lokasi yang aman untuk istirahat hingga eksoskeleton baru mereka mengeras dan menggelap, yang dikenal sebagai sklerotisasi.
Durasi proses molting laba-laba dapat bervariasi, tergantung pada spesies, usia, ukuran, dan kondisi lingkungannya. Laba-laba yang lebih besar biasanya membutuhkan waktu lebih lama untuk molting dibandingkan yang lebih kecil karena area permukaan eksoskeleton mereka yang lebih besar. Selain itu, faktor-faktor seperti suhu, kelembaban, dan ketersediaan makanan dapat mempengaruhi frekuensi dan keberhasilan molting.