Wisata Kuliner Thailand Menurun Usai Turis China Perlahanan Menghilang
Industri kuliner Thailand mengalami penurunan tajam pada awal 2025, dengan daya beli konsumen turun lebih dari 40% pada kuartal pertama tahun ini. Penurunan ini berdampak pada berbagai jenis usaha makanan, mulai dari restoran mandiri hingga kios makanan di pusat perbelanjaan. Hidangan dengan harga di atas 80 baht kini kesulitan menarik pelanggan, memaksa banyak restoran menurunkan harga menjadi 40–50 baht per porsi untuk tetap bersaing
Salah satu faktor utama penurunan ini adalah berkurangnya jumlah wisatawan Tiongkok, yang sebelumnya merupakan kontributor signifikan bagi industri kuliner Thailand.
Pada April 2025, jumlah wisatawan Tiongkok yang mengunjungi Thailand rata-rata hanya 5.833 per hari, kurang dari sepertiga dari angka puncak sebelum 2020. Penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk kekhawatiran terhadap keselamatan di Asia Tenggara, perubahan preferensi wisatawan Generasi Z Tiongkok yang memilih destinasi baru seperti Vietnam atau Kazakhstan, serta penguatan baht terhadap yuan yang membuat biaya perjalanan ke Thailand lebih mahal
Selain itu, persaingan dari restoran milik Tiongkok yang menawarkan makanan murah juga memperburuk situasi bagi bisnis lokal. Restoran-restoran ini, sering kali bagian dari paket tur "zero-dollar", menarik wisatawan dengan harga rendah, menekan margin keuntungan restoran lokal
Pemerintah Thailand telah meluncurkan kampanye "Sawasdee Ni Hao" dengan anggaran 3,5 miliar baht untuk memulihkan kepercayaan wisatawan Tiongkok dan mempertahankan target kunjungan wisatawan internasional sebesar 35,5 juta pada 2025. Namun, tantangan tetap besar, dan pemulihan penuh diperkirakan memerlukan waktu bertahun-tahun.
Industri kuliner Thailand, yang sebelumnya sangat bergantung pada wisatawan Tiongkok, kini menghadapi tantangan besar dan perlu melakukan penyesuaian strategi untuk bertahan di tengah perubahan dinamika pariwisata global.