Pelaku Wisata Tolak Rencana Seaplane dan Glamping di Rinjani

Rencana pengembangan wisata di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat, menuai penolakan dari sejumlah pelaku pariwisata lokal. Wacana pembangunan fasilitas seaplane (pesawat amfibi) dan glamping dinilai tidak sesuai dengan semangat konservasi dan justru dikhawatirkan akan merusak ekosistem alami yang menjadi daya tarik utama Rinjani.

Kontroversi Rencana Pengembangan

Pemerintah daerah bersama investor swasta disebut tengah menjajaki kemungkinan pengoperasian seaplane yang dapat mendarat di Danau Segara Anak, serta pembangunan area glamping di sejumlah titik strategis sekitar jalur pendakian. Tujuannya adalah untuk memperluas akses dan meningkatkan daya tarik wisatawan kelas atas yang menginginkan kenyamanan lebih.

Namun, rencana ini justru memicu penolakan dari pelaku wisata dan pegiat lingkungan. Mereka menilai, konsep tersebut bertentangan dengan prinsip pariwisata berkelanjutan yang selama ini dijaga di kawasan Gunung Rinjani yang telah ditetapkan sebagai bagian dari Cagar Biosfer Dunia oleh UNESCO.

Kekhawatiran Akan Kerusakan Ekosistem

Gunung Rinjani dikenal dengan keindahan alamnya yang masih alami dan jalur pendakian yang menantang. Keberadaan Danau Segara Anak, padang sabana, dan flora-fauna endemik merupakan daya tarik utama yang memikat wisatawan pencinta alam dari berbagai penjuru dunia.

Pelaku wisata lokal khawatir, seaplane yang mendarat di danau akan menimbulkan gangguan ekosistem perairan dan kehidupan satwa liar di sekitarnya. Sementara itu, pembangunan glamping dikhawatirkan akan menyebabkan pembukaan lahan besar-besaran yang berpotensi merusak vegetasi dan mengganggu konservasi kawasan hutan.

“Wisatawan datang ke Rinjani karena keaslian alamnya, bukan untuk menikmati kemewahan. Kalau dibangun glamping dan seaplane, justru akan menghilangkan nilai alam itu sendiri” ujar Adi pemandu wisata lokal di Sembalun.