Polisi Jepang Tak Jamin Sediakan Penerjemah untuk WNA, Ini Dampaknya
Kabar terbaru dari Jepang menyebutkan bahwa pihak kepolisian tidak menjamin akan selalu menyediakan penerjemah bagi warga negara asing (WNA) yang berurusan dengan hukum. Kebijakan ini memicu kekhawatiran di kalangan pegiat hak asasi manusia dan masyarakat internasional, karena dapat memengaruhi proses hukum yang adil bagi para pendatang di Negeri Sakura tersebut.
Selama ini, penerjemah dianggap sangat penting dalam proses hukum, terutama bagi WNA yang tidak fasih berbahasa Jepang. Mereka membantu menjembatani komunikasi antara tersangka atau saksi asing dengan polisi, jaksa, hingga pengacara. Namun, dengan tidak adanya jaminan ketersediaan penerjemah, ada risiko besar terjadinya kesalahpahaman atau bahkan pelanggaran hak hukum individu.
Pihak kepolisian Jepang berdalih bahwa mereka akan "berusaha" menyediakan penerjemah, tetapi tidak bisa menjamin ketersediaannya di semua kasus atau waktu. Hal ini dikarenakan keterbatasan jumlah penerjemah tersumpah yang mampu menangani berbagai bahasa asing, serta tantangan logistik di wilayah-wilayah tertentu.
Kebijakan ini memunculkan kekhawatiran di kalangan WNA yang tinggal atau bepergian ke Jepang, termasuk pelajar, wisatawan, hingga pekerja migran. Tanpa penerjemah yang memadai, mereka bisa saja tidak memahami tuduhan, hak-hak hukum, atau proses pemeriksaan yang sedang dijalani.
Para pengamat menyebutkan bahwa kebijakan ini bertentangan dengan prinsip peradilan yang adil dan transparan, sebagaimana diatur dalam hukum internasional. Mereka mendesak pemerintah Jepang untuk segera merevisi pendekatan ini dan memastikan bahwa setiap orang, tanpa memandang kewarganegaraan, memiliki akses yang sama terhadap keadilan.
Dengan meningkatnya jumlah wisatawan dan penduduk asing di Jepang, penting bagi sistem hukum negara tersebut untuk beradaptasi dan menjadi lebih inklusif. Tanpa penerjemah, kepercayaan terhadap sistem hukum bisa menurun dan membuat WNA merasa tidak aman saat berada di Jepang.